Rabu, 04 Januari 2017

Artikel



PERAN PENDIDIKAN DALAM MEMBENTUK GENERASI CEMERLANG
Oleh :  TATU MAESAROH,S.Pd.I,M.Pd
Guru SDN Paniis Kecamatan Koroncong

A.     Pendahuluan
Kondisi dunia pendidikan kita saat ini mengalami kondisi yang memprihatinkan, kekerasan dan pergaulan bebas menjadi potret buram kehidupan siswa dan mahasiswa saat ini. Tawuran antar pelajar, seks bebas, hamil di luar nikah, aborsi, pemerkosaan, pelecehan seksual dan peredaran VCD porno, narkoba dan HIV/AIDS menjadi perkara yang lumrah di kalangan pelajar dan mahasiswa dewasa ini. Selain itu, masyarakat yang “Baldatun thayyibatun wa robbun ghofur” juga sulit terwujud. Hal ini dikarenakan masyarakatnya sendiri tidak punya keinginan untuk merubah diri, tidak mempunyai keberanian berkompetisi, tidak mampu menggalang kelompok dan enggan berjuang membuka pintu-pintu peluang dan menyingkirkan hambatan-hambatan yang merintanginya. Fenomena saat ini disebabkan oleh : “Krisis Identitas. Yang mengakibatkan bangsa Indonesia kian terpuruk.
Berbagai permasalahan tersebut sangatlah jauh dari fungsi dan tujuan pendidikan nasional yang sangat ideal sebagaimana yang tertuang dalam UU Nomor 20 Tahun 2003 yakni mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa dan  bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab.
Berbagai upaya dilakukan pemerintah dalam rangka mencapai tujuan yang sangat ideal tersebut. Salah satunya disyahkannya UU Nomor 14 Tahun 2005 tentang guru dan dosen, yang didalamnya terdapat program sertifikasi guru dan dosen dalam rangka untuk menetapkan kesejahteraan guru dan dosen. Dimana diharapkan dengan peningkatan pendapatan guru dan dosen mendorong pada peningkatan kualitas peserta didik.  Namun ironinya, berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan oleh Mae Chu Chang (UPI, 17 Oktober 2012) tentang “Findings and Lessons from Teacher Reform in Indonesia” diperoleh salah satu hasil bahwa tidak ada perbedaan kompetensi antara guru tetap yang bersertifikasi dengan guru tetap yang tidak bersertifikasi, artinya tidak ada dampak antara peningkatan pendapatan guru, terhadap peningkatan kualitas anak didik.
B.     Pembahasan
1.      Pendidikan
Dalam UU Nomor 20 Tahun 2003 dijelaskan bahwa pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia serta keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan negara. Pendidikan adalah suatu proses di mana suatu bangsa mempersiapkan generasi mudanya untuk menjalankan kehidupan dan untuk memenuhi tujuan hidup secara efektif dan efisien.
Pendidikan merupakan investasi masa depan negara, baik buruknya masa depan bangsa tergantung pada kualitas pendidikan.   Disamping itu pendidikan adalah suatu hal yang benar-benar ditanamkan dalam hidup, karena selain menempa fisik, mental dan moral bagi individu agar mereka menjadi manusia yang berbudaya sehingga diharapkan mampu memenuhi tugasnya sebagai manusia yang diciptakan Allah Tuhan Semesta Alam,sebagai mahluk yang sempurna dan terpilih sebagai khalifahNya di muka bumi ini yang sekaligus menjadi warga negara yang berarti dan bermanfaat bagi suatu negara. Pendidikan pada dasarnya bukan hanya sebagai formalitas kedinasan dan mengejar skor nilai, tetapi lebih menekankan kepada mencetak generasi berkarakter dan kompetitif.
Dalam pelaksanaannya, pendidikan mencakup komponen yang luas, yaitu meliputi keluarga, sekolah, masyarakat-lingkungan serta Negara. Di dalam lingkungan keluarga, anak-anak mulai mengenal nilai-nilai positif. Kehidupan kapitalis saat ini, telah merusak sendi-sendi dan nilai-nilai kehidupan keluarga yang lebih berorientasi pada materi dan memisahkan nilai-nilai agama. Banyak orangtua  saat ini yang abai dalam memberikan kasih sayang dan  pendidikan yang benar terhadap anak. Hal ini disebabkan oleh banyak hal seperti ayah dan ibu yang sibuk di luar rumah, entah untuk alasan bekerja ataupun untuk eksistensi diri; perceraian keluarga ataupun single parents dan orang tua yang tidak faham peranannya sebagai orangtua dan pendidik bagi anak. Sehingga anak-anak tumbuh dengan kondisi labil, kurang percaya diri dan berkepribadian lemah akibat kurang kasih sayang, perhatian dan bimbingan orangtua, sekalipun secara materi kebutuhan mereka terpenuhi.
Sekolah sebagi lembaga pendidikan harus berupaya mencapai tujuan pendidikan. Kurikulum dirancang dan dijabarkan dalam bentuk metode dan media pembelajaran yang berlandaskan pada aqidah Islam dan sesuai dengan syariat Islam, terlebih dengan dicanangkannya pendidikan karakter. Namun, sekolah sebagai institusi formal tidak mampu untuk memberikan pendidikan yang berkualitas. Hal ini  dikarenakan  pendidikan lebih menekankan pada aspek kognitif yang kurang berefek pada sikap dan kepribadian. Kesalahan metode pembelajaran dan kurikulum sekuler yang memisahkan nilai-nilai agama dalam bidang-bidang ilmu yang dipelajari, memberi dampak pada output didik yang hanya pintar secara teori namun rusak secara karakter dan tidak mampu memecahkan permasalahan kehidupan. Sebagai contoh Ujian Nasional yang menerapkan “one size fits all” telah mematikan daya berfikir kritis dan kreatif peserta didik.  (Tilaar: Konaspi 7, 2012)
Peran paling penting dalam pembentukan kepribadian generasi ada pada negara melalui pemberlakuan sistem pendidikan. Secara paradigmatik, pendidikan harus berlandaskan pada nilai-nilai agama Islam, dimana  akidah Islam merupakan  dasar penentu arah dan tujuan pendidikan, penyusunan kurikulum dan standar nilai ilmu dan pengetahuan, serta proses belajar mengajar termasuk penentuan kualifikasi dosen dan guru serta budaya kampus/sekolah tempat generasi cemerlang ini eksis di dalamnya. Negara sebagai penyelenggara pendidikan yang utama haruslah menerapkan kurikulum yang menjamin tercapainya generasi berkualitas cemerlang. Bukan hanya sekedar menjadikan generasi yang mengejar kemajuan teknologi dan dunia kerja, tetapi juga membentuk kepribadian Islam, berjiwa pemimpin dan negarawan.
2.      Generasi Cemerlang
Generasi cemerlang atau disebut juga generasi emas merupakan generasi penerus bangsa yang pada periode tersebut adalah sangat produktif, sangat berharga dan sangat bernilai sehingga hal itu perlu dikelola dan dimanfaatkan dengan baik agar berkualitas menjadi insan yang berkarakter, insan yang cerdas dan insan yang kompetitif.  Generasi emas adalah insan yang cerdas komprehensif, yaitu cerdas spiritual, cerdas emosional, cerdas sosial, cerdas intelektual dan cerdas kinestetis. Cerdas spiritual, beraktualisasi diri melalui olah hati/kalbu untuk menumbuhkan dan memperkuat keimanan,ketakwaan dan akhlak mulia termasuk budi pekerti luhur dan kepribadian unggul. Cerdas emosional, beraktualisasi diri melalui olah rasa untuk meningkatkan sensitivitas dan apresiativitas keindahan seni dan budaya serta kompetensi untuk mengekspresikannya. Cerdas sosial beraktualisasi diri melalui interaksi sosial yang (i) membina dan memupuk hubungan timbal balik, (ii) demokratis, (iii) empatik dan simpatik, (iv) menjunjung tinggi hak asasi manusia, (v) ceria dan percaya diri, (vi) menghargai kebhinekaan dalam bermasyarakat dan bernegara dan (vii) berwawasan kebangsaan dengan kesadaran akan hak dan kewajiban warga negara. Cerdas intelektual beraktualisasi diri melalui olah pikir untuk memperoleh kompetensi dan kemandirian dalam ilmu pengetahuan dan teknologi; aktualisasi insan intelektual yang kritis, kreatif, inovatif dan imajinatif. Cerdas kinestetik beraktualisasi diri melalui olah raga untuk mewujudkan insan sehat, bugar, berdaya-tahan, sigap dan terampil.
Generasi emas sebagai generasi  cemerlang yang menjadi penerus bangsa yang akan menentukan masa depan bangsa dan integritas bangsa Indonesia. Generasi cemerlang merupakan insan yang berkarakter, cerdas dan kompetitif. Proses pembentukan diri tersebut tidak berlangsung secara instasn dan sesaat tetapi dilakukan secara terus menerus (on going formation) melalui pembiassaan dan proses pendidikan yang bermutu.
3.      Peran pendidikan dalam membentuk generasi cemerlang
Sosok generasi cermerlang merupakan hasil proses pendidikan, kurikulum dirancang dan dijabarkan dalam bentuk metode dan media pembelajaran yang berlandaskan pada aqidah Islam dan sesuai dengan syariat Islam dalam rangka membentuk karakter yang berkualitas, hal itu dikarenakan manusia membutuhkan pendidikan yang bermutu dalam kehidupannya.
Banyak komponen yang berpengaruh dalam pembentukan kepribadian manusia menjadi generasi cemerlang . Secara ringkas unsur itu termuat dalam empat elemen, yakni keluarga, sekolah, masyarakat dan Negara.
a.       Keluarga
Dalam Islam, keluarga adalah benteng utama kepribadian setiap anak manusia. Islam memerintahkan setiap Ibu untuk menjadi ummun wa rabbatul bayt yang merupakan sekolah yang pertama dan utama (madrasatul ula wal aulia) bagi anak. Orangtua adalah pendidik utama bagi anaknya. Ia tak boleh menelantarkan dan mengabaikan anaknya. Keluarga merupakan institusi pertama dan utama dalam melakukan proses pendidikan dan pembinaan terhadap anak. Adapun proses pendidikan anak pada fase prabaligh (tamyiz) dan baligh merupakan tanggung jawab bersama ayah dan ibu. Dimana pada fase prabaligh (tamyiz) ini menuntut perhatian dan kesabaran orangtua untuk membimbing anak agar siap menerima beban (taklif) hukum saat anak masuk fase baligh. Banyak ahli meyakini bahwa keberhasilan pendidikan pada fase prabaligh berkontribusi besar pada keberhasilan pembentukan kepribadian Islam anak setelah baligh dan tumbuh dewasa.
b.      Sekolah
Sekolah harus berupaya mencapai tujuan pendidikan, kurikulum dirancang dalam rangka meningkatkan kualitas pendidikan. Selain kurikulum, keberhasilan pendidikan di sekolah juga ditentukan kualitas guru dan infrastruktur. Begitu mulianya kedudukan guru di mata Allah, hal itu terbukti dengan banyak disebutkannya istilah guru dalam al-qur’an. Peran guru dalam pendidikan digambarkan sebagai orangtua, pendidik,  pengajar dan teladan.
c.       Masyarakat
Proses pendidikan sangat memerlukan dukungan masyarakat, dimana  masyarakat memiliki fungsi sebagai alat kontrol sosial  dalam mengawasi penerapan proses dan kebijakan sistem pendidikan.  Selain itu, masyarakat juga berperan dalam menjaga pergaulan anak atau remaja dalam kehidupannya.  Pentingnya amar ma’ruf nahyi munkar dalam kehidupan, menjadi sarana untuk mendorong setiap manusia untuk berkepribadian baik, dan mencegah manusia untuk berbuat buruk. Fungsi ini bukan hanya tanggung jawab para guru atau ustadz, melainkan setiap manusia yang telah menjadikan Islam sebagai agamanya.
d.      Negara
Negara memiliki fungsi yang sangat penting. Negara adalah pihak yang paling berwenang dalam melegislasi aturan bagi setiap aspek kehidupan manusia.  Pemerintah memiliki peran sangat besar dan strategis dalam menentukan arah dan kebijakan sistem pendidikan. Berikut ini beberapa  beberapa poin penting peran negara dalam pendidikan diantaranya:
-
-
-
-

-
Mengontrol dan menjamin kurikulum
Mengoptimalkan pencapaian pendidikan murah dan berkualitas
Sebagai penopang infrastruktur pendidikan dan menjamin kesejahteraan guru
Negara menetapkan kualifikasi kompetensi lulusan (hasil pendidikan) sesuai dengan  jenjang pendidikan
Negara membina, mengontrol dan menjamin kesiapan orang tua dan profesionalitas guru/dosen dalam rangka membina dan mendidik generasi.
Dalam konteks ini, Negara bisa menetapkan sistem pendidikan yang mampu mengarahkan peserta didik untuk memiliki karakter atau bahkan kepribadian yang Islami.
C.     Simpulan
Pendidikan mencakup komponen yang luas, yaitu meliputi keluarga, sekolah, masyarakat-lingkungan serta Negara. Peran paling penting dalam pembentukan kepribadian generasi ada pada negara melalui pemberlakuan sistem pendidikan. Secara paradigmatik, pendidikan harus berlandaskan pada akidah Islam, dimana akidah Islam dijadikan dasar penentu arah dan tujuan pendidikan, penyusunan kurikulum dan standar nilai ilmu dan pengetahuan, serta proses belajar mengajar, termasuk penentuan kualifikasi dosen dan guru, serta budaya kampus/sekolah tempat generasi ini eksis di dalamnya. Negara sebagai penyelenggara pendidikan yang utama haruslah menerapkan kurikulum yang menjamin tercapainya generasi berkualitas cemerlang.  Tidak sekedar menjadikan generasi yang mengejar kemajuan teknologi dan dunia kerja, tetapi juga membentuk kepribadian Islam, berjiwa pemimpin dan negarawan


Sumber bacaan
Mae Chu Chang, 2012, Findings and Lessons from Teacher Reform in Indonesia.ppt, 17 Oktober 2012, UPI Bandung
Sastroatmodjo Sudijono, Menanamkan Nilai-nilai Karakter Generasi Emas: Menyongsong Indonesia 2045, Makalah Utama Konvensi Nasional Pendidikan Indonesia VII 2012, UNY, Yogyakarta
Tilaar, 2012, Makalah “Memantapkan Karakter Bangsa Menuju Generasi 2045”, KONASPI VII, UNY, Yogyakarta
UU RI No. 20 tahun 2003, tentang Sistem Pendidikan Nasional.
UU RI No. 14 tahun 2005, tentang Guru dan Dosen

Soal dan Jawaban UTS Belajar dan Pembelajaran









1. Jelaskan apa hakekat dari belajar dan pembelajaran. Bagaimana peran dan tugas guru dalam proses pembelajaran?
Jawab
Banyak penjelasan terkait pengertian belajar, diantaranya yang disampaikan oleh beberapa ahli berikut ini :
Ø  Moh. Surya (1997), belajar diartikan sebagai suatu proses yang dilakukan oleh individu untuk memperoleh perubahan perilaku baru secara keseluruhan, sebagai hasil dari pengalaman individu itu sendiri dalam berinteraksi dengan lingkungannya.
Ø  Witherington (1952) : belajar merupakan perubahan dalam kepribadian yang dimanifestasikan sebagai pola-pola respons yang baru berbentuk keterampilan, sikap, kebiasaan, pengetahuan dan kecakapan.
Ø  Di Vesta dan Thompson (1970) : belajar adalah perubahan perilaku yang relatif menetap sebagai hasil dari pengalaman.
Ø  Gage & Berliner : belajar adalah suatu proses perubahan perilaku yang yang muncul karena pengalaman
Berdasarkan pengertian tersebut dapat dikatakan bahwa belajar merupakan proses perolehan kemampuan yang berasal dari pengalaman, yang menghasilkan kemampuan, perolehan keterampilan dan perubahan sikap yang dapat dikuasai manusia secara bertahap atau belajar merupakansuatu perubahan perilaku yang terjadi berdasarkan proses/pengalaman.
sedangkan pembelajaran adalah serangkaian kegiatan atau proses interaksi peserta didik dan pendidik serta sumber belajar yang terjadi pada suatu lingkungan belajar yang menyebabkan terjadinya proses belajar.
Peran dan tugas guru dalam proses pembelajaran diantaranya :
a)      Sebagai konservator (pemelihara), dimana guru bertugas memelihara sistem  nilai yang merupakan sumber norma kedewasaan. Bukan hanya mentransfer pengetahuan tetapi guru juga berperan mendidik siswa pada hal-hal yang baik, yang sesuai dengan norma atau aturan;
b)      Sebagai trasnmitor (penerus) sistem nilai-nilai yang dianggap baik agar dapat diterapkan oleh siswa;
c)      Sebagai transformer (penerjemah) sistem nila-nilai yang telah ada melalui tutur bahasa dan perilakunya;
d)     Sebagai planner (perencana) seperti guru berperan mempersiapkan apa yang akan dilakukan didalam proses pembelajaran;
e)      Sebagai manajer proses pembelajaran, dimana guru bertugas mengelola proses operasional pembelajaran, mulai dari mempersiapkan, mengorganisasikan, melaksanakan sampai mengevaluasi;
f)       Sebagai director (pemandu) bertugas menunjukkan arah dari tujuan pembelajaran;
g)      Sebagai organisator (penyenggara) bertugas mengorganisasikan seluruh kegiatan pembelajaran, mulai dari memimpin, merangsang, menggerakkan sampai mengarahkan sesuai rancangan kegiatan pembelajaran yang tela dibuat;
h)      Sebagai komunikator bertugas mengkomunikasikan siswa dengan berbagai sumber belajar;
i)        Sebagai fasilitator bertugas memberikan kemudahan bagi siswa dalam melaksanakan pembelajaran;
j)        Sebagai motivator bertugas memberikan dorongan belajar,
k)      Sebagai evaluator (penilai) bertugas mengidentifikasi, mengumpulkan, menganalisis dan mempertimbangkan tingkat keberhasilan belajar berdasarkan kriteria yang telah ditetapkan.

2.      Jelaskan apa yang dimaksud sebagai pembelajaran sebagai suatu sistem dan pembelajaran sebagai suatu proses?
Jawab
Pembelajaran sebagai suatu sistem merupakan pembelajaran terdiri dari sejumlah komponen yang terorganisir antara lain tujuan pembelajaran , materi pembelajaran , strategi dan metode pembelajaran, media pembelajaran/alat peraga , pengorganisasian kelas, evaluasi pembelajaran, dan tindak lanjut pembelajaran (remedial dan pengayaan). Sedangkan pembelajaran sebagai suatu proses adalah Pembelajaran  merupakan rangkaian upaya atau kegiatan guru dalam rangka membuat siswa belaja, meliputi:
         Persiapan, merencanakan program pengajaran  tahunan, semester, dan penyusunan persiapan mengajar (lesson plan) dan  penyiapan perangkat kelengkapannya antara lain alat peraga, dan alat evaluasi, buku  atau media cetak lainnya.
         Melaksanakan kegiatan pembelajaran  dengan mengacu pada persiapan pembelajaran  yang telah dibuatnya. Banyak dipengaruhi oleh pendekatan atau strategi dan metode-metode pembelajaran yang telah dipilih dan dirancang penerapannya, serta filosofi kerja dan komitmen guru , persepsi, dan sikapnya terhadap siswa;
         Menindaklanjuti pembelajaran  yang telah dikelolanya. Kegiatan pasca pembelajaran ini dapat berbentuk enrichment (pengayaan), dapat pula berupa pemberian layanan remedial teaching bagi siswa yang berkesulitan belajar.

3.       Jelaskan empat pilar pendidikan yang dikeluarkan oleh UNESCO?
Jawab
Untuk menghadapi dan menyesuaikan diri dengan tuntutan perkembangan dunia yang sangat cepat, UNESCO (Nana Saodih Sukmadinata, 2005) merumuskan empat pilar pendidikan, diantaranya : belajara mengetahui (learning to know), belajar berkarya/melakukan (learning to do), belajar hidup bersama (learning to live together) dan belajar berkembang secara utuh (learning to be)
1. Belajar mengetahui (learning to know)
Belajar mengetahui berkenaan dengan perolehan, penguasaan dan pemanfaatan informasi. Belajar mengetahui merupakan kegiatan untuk memperoleh, memperdalam dan memanfaatkan pengetahuan. Pengetahuan diperoleh dengan berbagai upaya perolehan pengetahuan, melalui membaca, mengakses internet, bertanya, mengikuti kuliah, dll. Pengetahuan dikuasai melalui hafalan, tanya-jawab, diskusi, latihan pemecahan masalah, penerapan, dll. Pengetahuan dimanfaatkan untuk mencapai berbagai tujuan: memperluas wawasan, meningkatakan kemampuan, memecahkan masalah, belajar lebih lanjut, dll. Menurut Jacques Delors (1996) terdaat dua manfaat dari pengetahuan, yaitu pengetahuan sebagai alat (mean) dan pengetahuan sebagai hasil (end). Sebagai alat, pengetahuan digunakan untuk pencapaian berbagai tujuan, seperti: memahami lingkungan, hidup layak sesuai kondisi lingkungan, pengembangan keterampilan bekerja, berkomunikasi. Sebagai hasil, pengetahuan mereka dasar bagi kepuasaan memahami, mengetahui dan menemukan.
Pengetahuan terus berkembang, setiap saat ditemukan pengetahuan baru. Oleh karena itu belajar mengetahui harus terus dilakukan, bahkan ditingkatkan menjadi knowing much (berusaha tahu banyak).
2. Belajar berkarya (learning to do)
Agar mampu menyesuaikan diri dan beradaptasi dalam masyarakat yang berkembang sangat cepat, maka individu perlu belajar berkarya. Belajar berkarya berhubungan erat dengan belajar mengetahui, sebab pengetahuan mendasari perbuatan. Dalam konsep komisi Unesco, belajar berkarya ini mempunyai makna khusus, yaitu dalam kaitan dengan vokasional. Belajar berkarya adalah balajar atau berlatih menguasai keterampilan dan kompetensi kerja. Sejalan dengan tuntutan perkembangan industri dan perusahaan, maka keterampilan dan kompetisi kerja ini, juga berkembang semakin tinggi, tidak hanya pada tingkat keterampilan, kompetensi teknis atau operasional, tetapi sampai dengan kompetensi profesional. Karena tuntutan pekerjaan didunia industri dan perusahaan terus meningkat, maka individu yang akan memasuki dan/atau telah masuk di dunia industri dan perusahaan perlu terus bekarya. Mereka harus mampu doing much (berusaha berkarya banyak).
3. Belajar hidup bersama (learning to live together)
Dalam kehidupan global, kita tidak hanya berinteraksi dengan beraneka kelompok etnik, daerah, budaya, ras, agama, kepakaran, dan profesi, tetapi hidup bersama dan bekerja sama dengan aneka kelompok tersebut. Agar mampu berinteraksi, berkomonikasi, bekerja sama dan hidup bersama antar kelompok dituntut belajar hidup bersama. Tiap kelompok memiliki latar belakang pendidikan, kebudayaan, tradisi, dan tahap perkembangan yang berbeda, agar bisa bekerjasama dan hidup rukun, mereka harus banyak belajar hidup bersama, being sociable (berusaha membina kehidupan bersama)
4. Belajar berkembang utuh (learning to be)
Tantangan kehidupan yang berkembang cepat dan sangat kompleks, menuntut pengembangan manusia secara utuh. Manusia yang seluruh aspek kepribadiannya berkembang secara optimal dan seimbang, baik aspek intelektual, emosi, sosial, fisik, maupun moral. Untuk mencapai sasaran demikian individu dituntut banyak belajar mengembangkan seluruh aspek kepribadiannya. Sebenarnya tuntutan perkembangan kehidupan global, bukan hanya menuntut berkembangnya manusia secara menyeluruh dan utuh, tetapi juga manusia utuh yang unggul. Untuk itu mereka harus berusaha banyak mencapai keunggulan (being excellence). Keunggulan diperkuat dengan moral yang kuat. Individu-individu global harus berupaya bermoral kuat atau being morally.

4.      Menurut pendapatmu apa saja permasalahan pendidikan di Indonesia dan bagaimana solusinya?
Jawab
Permasalahan pendidikan di Indonesia dapat dilihat dari dua sisi, yakni dari sisi mendasar dan sisi kualitas.
a.       Masalah mendasar pendidikan di Indonesia
Permasalahan pendidikan di Indonesia, pertama; lebih menekankan pada manusia robot, karena pada pelaksanaannya dilakukan tidak seimbang karena banyak mengorbankan keutuhan, kurang seimbang antara belajar yang berpikir (kognitif) dan perilaku belajar yang merasa (afektif). Jadi unsur integrasi cenderung semakin hilang, yang terjadi adalah disintegrasi. Padahal belajar tidak hanya berfikir. Sebab ketika orang sedang belajar, maka orang yang sedang belajar tersebut melakukan berbagai macam kegiatan, seperti mengamati, membandingkan, meragukan, menyukai, semangat dan sebagainya. Kedua; sistem pendidikan yang top-down (dari atas ke bawah) atau kalau menggunakan istilah Paulo Freire (seorang tokoh pendidik dari Amerika Latin) adalah pendidikan gaya bank. Sistempendidikan ini sangat tidak membebaskan karena para peserta didik (murid) dianggap manusia-manusia yang tidak tahu apa-apa Jadi hubungannya adalah guru sebagai subyek dan murid sebagai obyek. Model pendidikan ini tidak membebaskan karena sangat menindas para murid. Dan ketiga; model pendidikan yang demikian maka manusia yang dihasilkan pendidikan ini hanya siap untuk memenuhi kebutuhan zaman dan bukannya bersikap kritis terhadap zamannya. Manusia sebagai objek (yang adalah wujud dari dehumanisasi) merupakan fenomena yang justru bertolak belakang dengan visi humanisasi, menyebabkan manusia tercerabut dari akar-akar budayanya (seperti di dunia Timur/Asia)
b.      Kualitas pendidikan di Indonesia
Dilihat dari kualitas, pendidikan di Indonesia masih rendah. Hal itu terbukti dari rendahnya kualitas sarana fisik, rendahnya kualitas guru, rendahnya kesejahteraan guru, rendahnya prestasi siswa, kurangnya pemerataan kesempatan pendidikan, rendahnya relevansi pendidikan dengan kebutuhan dan mahalnya biaya pendidikan.
 Untuk mengatasi masalah-masalah, seperti rendahnya kualitas sarana fisik, rendahnya kualitas guru, dan lain-lain seperti yang telah dijelaskan diatas, secara garis besar ada dua solusi yaitu:
a.    Solusi sistemik, yakni solusi dengan mengubah sistem-sistem sosial yang berkaitan dengan sistem pendidikan. Seperti diketahui sistempendidikan sangat berkaitan dengan sistem ekonomi yang diterapkan. Sistem pendidikan di Indonesia sekarang ini, diterapkan dalam konteks sistem ekonomi kapitalisme (mazhab neoliberalisme), yang berprinsip antara lain meminimalkan peran dan tanggung jawab negara dalam urusan publik, termasuk pendanaan pendidikan.
b.   Solusi teknis, yakni solusi yang menyangkut hal-hal teknis yang berkait langsung dengan pendidikan. Solusi ini misalnya untuk menyelesaikan masalah kualitas guru dan prestasi siswa. Solusi untuk masalah-masalah teknis dikembalikan kepada upaya-upaya praktis untuk meningkatkan kualitas sistem pendidikan. Rendahnya kualitas guru, misalnya, di samping diberi solusi peningkatan kesejahteraan, juga diberi solusi dengan membiayai guru melanjutkan ke jenjang pendidikan yang lebih tinggi, dan memberikan berbagai pelatihan untuk meningkatkan kualitas guru. Rendahnya prestasi siswa, misalnya, diberi solusi dengan meningkatkan kualitas dan kuantitas materi pelajaran, meningkatkan alat-alat peraga dan sarana-sarana pendidikan, dan sebagainya.
 Maka dengan adanya solusi-solusi tersebut diharapkan pendidikan di Indonesia dapat bangkit dari keterpurukannya, sehingga dapat menciptakan generasi-generasi baru yang berSDM tinggi, berkepribadian pancasila dan bermartabat.
5.      Manusia yang bagaimanakah yang akan dihasilkan oleh pendidikan yang behavioristik? Dan manusia yang bagaimanakah yang akan dihasilkan oleh pendidikan yang kognitif-konstruktivistik?
Jawab
a.       Teori belajar behavioristik
Teori belajar behavioristik adalah sebuah teori yang dicetuskan oleh Gage dan Berliner tentang perubahan tingkah laku sebagai hasil dari pengalaman. Teori ini berkembang menjadi aliran psikologi belajar yang berpengaruh terhadap arah pengembangan teori dan praktek pendidikan dan pembelajaran yang dikenal sebagai aliran behavioristik. Aliran ini menekankan pada terbentuknya perilaku yang tampak sebagai hasil belajar dan sebagai hasil interaksi antara stimulus dan respon. Menurut teori behaviorisme apa saja yang diberikan guru (stimulus) dan apa saja yang dihasilkan siswa (respons) semua harus bisa diamati, diukur, dan tidak boleh hanya implisit (tersirat). Faktor lain yang juga penting adalah faktor penguat (reinforcement). Penguat adalah apa saja yang dapat memperkuat timbulnya respons. Bila penguatan ditambah (positive reinforcement) maka respons akan semakin kuat. Begitu juga bila penguatan dikurangi (negative reinforcement) responspun akan tetap dikuatkan. Misalnya bila seorang anak bertambah giat belajar apabila uang sakunya ditambah maka penambahan uang saku ini disebut sebagai positive reinforcement. Sebaliknya jika uang saku anak itu dikurangi dan pengurangan ini membuat ia makin giat belajar, maka pengurangan ini disebut negative reinforcement.
Prinsip-prinsip teori behaviorisme yang banyak dipakai didunia pendidikan ialah (Harley & Davies, 1978 dalam Toeti, 1997):
·         Proses belajar dapat berhasil dengan baik apabila si belajar ikut berpartisipasi secara aktif didalamnya
·         Materi pelajaran dibentuk dalam bentu unit-unit kecil dan diatur berdasarkan urutan yang logis sehingga si belajar mudah mempelajarinya
·         Tiap-tiap respons perlu diberi umpan balik secara langsung, sehingga si belajar dapat mengetahui apakah respons yang diberikan telah benar atau belum
·         Setiap kali si belajar memberikan respons yang benar maka ia perlu diberi penguatan. Penguatan positif ternyata memberikan pengaruh yang lebih baik daripada penguatan negatif
Aplikasi teori belajar behaviorisme dalam pembelajaran tergantung dari beberapa hal seperti tujuan pembelajaran, sifat materi pelajaran, karakteristik siswa, media dan fasilitas pembelajaran yang tersedia. Pelopor terpenting teori ini antara lain adalah : Pavlov, Watson, Skinner, Thorndike, Hull, dan Guthrie.
Teori behavioristik dengan model hubungan stimulus-responnya, mendudukkan orang yang belajar sebagai individu yang pasif. Respon atau perilaku tertentu dengan menggunakan metode pelatihan atau pembiasaan semata. Munculnya perilaku akan semakin kuat bila diberikan penguatan dan akan menghilang bila dikenai hukuman.
b.      Teori Kognitif
Teori Kognitif, dikembangkan oleh Jean Piaget, seorang psikolog Swiss yang hidup tahun 1896-1980. Teorinya memberikan banyak konsep utama dalam lapangan psikolog perkembangan dan berpengaruh terhadap perkembangan konsep kecerdasan, yang bagi Piaget, berarti kemampuan untuk secara lebih tepat merepresentasikan dunia dan melakukan operasi logis dalam representasi konsep yang berdasar pada kenyataan. Teori ini membahas munculnya dan diperolehnya schemata—skema tentang bagaimana seseorang mempersepsi lingkungannya— dalam tahapan-tahapan perkembangan, saat seseorang memperoleh cara baru dalam merepresentasikan informasi secara mental. Teori ini digolongkan ke dalam konstruktivisme, yang berarti, tidak seperti teori nativisme (yang menggambarkan perkembangan kognitif sebagai pemunculan pengetahuan dan kemampuan bawaan), teori ini berpendapat bahwa kita membangun kemampuan kognitif kita melalui tindakan yang termotivasi dengan sendirinya terhadap lingkungan.
Menurut teori ini, belajar adalah perubahan persepsi dan pemahaman. Perubahan persepsi dan pemahaman tidak selalu berbentuk perubahan tingkah laku yang bisa diamati. Asumsi dasar teori ini adalah setiap orang telah mempunyai pengalaman dan pengetahuan dalam dirinya. Pengalaman dan pengetahuan ini tertata dalam bentuk struktur kognitif. Menurut teori ini proses belajar akan berjalan baik bila materi pelajaran yang baru beradaptasi secara klop dengan struktur kognitif yang telah dimiliki oleh siswa.
Prinsip kognitif banyak dipakai di dunia pendidikan, khususnya terlihat pada perancangan suatu sistem instruksional, prinsip-prinsip tersebut antara lain:
·         Seseorang yang belajar akan lebih mampu mengingat dan memahami sesuatu apabila pelajaran tersebut disusun berdasarkan pola dan logika tertentu
·         Penyusunan materi pelajaran harus dari sederhana ke kompleks
·         Belajar dengan memahami akan jauh lebih baik daripada dengan hanya menghafal tanpa pengertian penyajian
Aplikasi teori belajar kognitif dalam pembelajaran, guru harus memahami bahwa siswa bukan sebagai orang dewasa yang mudah dalam proses berpikirnya, anak usia pra sekolah dan awal sekolah dasar belajar menggunakan benda-benda konkret, keaktifan siswa sangat dipentingkan, guru menyusun materi dengan menggunakan pola atau logika tertentu dari sederhana ke kompleks, guru menciptakan pembelajaran yang bermakna, memperhatian perbedaan individual siswa untuk mencapai keberhasilan siswa.
Piaget menjabarkan implikasi teori kognitif pada pendidikan yaitu
a.       Memusatkan perhatian kepada cara berpikir atau proses mental anak, tidak sekedar kepada hasilnya. Guru harus memahami proses yang digunakan anak sehingga sampai pada hasil tersebut. Pengalaman – pengalaman belajar yang sesuai dikembangkan dengan memperhatikan tahap fungsi kognitif dan jika guru penuh perhatian terhadap Pendekatan yang digunakan siswa untuk sampai pada kesimpulan tertentu, barulah dapat dikatakan guru berada dalam posisi memberikan pengalaman yang dimaksud;
b.      Mengutamakan peran siswa dalam berinisiatif sendiri dan keterlibatan aktif dalam kegiatan belajar. Dalam kelas, Piaget menekankan bahwa pengajaran pengetahuan jadi ( ready made knowledge ) anak didorong menentukan sendiri pengetahuan itu melalui interaksi spontan dengan lingkungan;
c.       Memaklumi akan adanya perbedaan individual dalam hal kemajuan per- kembangan. Teori Piaget mengasumsikan bahwa seluruh siswa tumbuh dan melewati urutan perkembangan yang sama, namun pertumbungan itu berlangsung pada kecepatan berbeda. Oleh karena itu guru harus melakukan upaya untuk mengatur aktivitas di dalam kelas yang terdiri dari individu – individu ke dalam bentuk kelompok – kelompok kecil siswa daripada aktivitas dalam bentuk klasikal;
d.      Mengutamakan peran siswa untuk saling berinteraksi. Menurut Piaget, pertukaran gagasan – gagasan tidak dapat dihindari untuk perkembangan penalaran. Walaupun penalaran tidak dapat diajarkan secara langsung, perkembangannya dapat disimulasi.
3. Teori Konstruktivistik
Konstruktivisme adalah salah satu filsafat pengetahuan yang menekankan bahwa pengetahuan adalah bentukan (konstruksi) kita sendiri (Von Glaserfeld). Pengetahuan bukan tiruan dari realitas, bukan juga gambaran dari dunia kenyataan yang ada. Pengetahuan merupakan hasil dari konstruksi kognitif melalui kegiatan seseorang dengan membuat struktur, kategori, konsep, dan skema yang diperlukan untuk membentuk pengetahuan tersebut. Pengetahuan tidak bisa ditransfer begitu saja, melainkan harus diinterpretasikan sendiri oleh masing-masing orang. Pengetahuan juga bukan sesuatu yang sudah ada, melainkan suatu proses yang berkembang terus-menerus. Dalam proses itu keaktivan seseorang sangat menentukan dalam mengembangkan pengetahuannya.
Jean Piaget adalah psikolog pertama yang menggunakan filsafat konstruktivisme, sedangkan teori pengetahuannya dikenal dengan teori adaptasi kognitif. Sama halnya dengan setiap organisme harus beradaptasi secara fisik dengan lingkungan untuk dapat bertahan hidup, demikian juga struktur pemikiran manusia. Manusia berhadapan dengan tantangan, pengalaman, gejala baru, dan persoalan yang harus ditanggapinya secaca kognitif (mental). Untuk itu, manusia harus mengembangkan skema pikiran lebih umum atau rinci, atau perlu perubahan, menjawab dan menginterpretasikan pengalaman-pengalaman tersebut. Dengan cara itu, pengetahuan seseorang terbentuk dan selalu berkembang. Proses tersebut meliputi:
a)      Skema/skemata adalah struktur kognitif yang dengannya seseorang beradaptasi dan terus mengalami perkembangan mental dalam interaksinya dengan lingkungan. Skema juga berfungsi sebagai kategori-kategori utnuk mengidentifikasikan rangsangan yang datang, dan terus berkembang.
b)      Asimilasi adalah proses kognitif perubahan skema yang tetap mempertahankan konsep awalnya, hanya menambah atau merinci.
c)      Akomodasi adalah proses pembentukan skema atau karena konsep awal sudah tidak cocok lagi.
d)     Equilibrasi adalah keseimbangan antara asimilasi dan akomodasi sehingga seseorang dapat menyatukan pengalaman luar dengan struktur dalamya (skemata). Proses perkembangan intelek seseorang berjalan dari disequilibrium menuju equilibrium melalui asimilasi dan akomodasi.
Implikasi teori konstruktivisme pada pembelajaran diantaranya :
a.       Setiap guru akan pernah mengalami bahwa suatu materi telah dibahas dengan jelas-jelasnya namun masih ada sebagian siswa yang belum mengerti ataupun tidak mengerti materi yang diajarkan sama sekali. Hal ini menunjukkan bahwa seorang guru dapat mengajar suatu materi kepada sisiwa dengan baik, namun seluruh atau sebagian siswanya tidak belajar sama sekali. Usaha keras seorang guru dalam mengajar tidak harus diikuti dengan hasil yang baik pada siswanya. Karena, hanya dengan usaha yangkeras para sisiwa sedirilah para siswa akan betul-betul memahami suatu materi yang diajarkan.
b.      Tugas setiap guru dalam memfasilitasi siswanya, sehingga pengetahuan materi yang dibangun atau dikonstruksi para siswa sendirisan bukan ditanamkan oleh guru. Para sisiwa harus dapat secara aktif mengasimilasikan dan mengakomodasi pengalaman baru kedalam kerangka kognitifnya.
c.       Untuk mengajar dengan baik, guru harus memahami model-model mental yang digunakan para siswa untuk mengenal dunia mereka dan penalaran yang dikembangkandan yang dibuat para sisiwa untuk mendukung model-model itu.
d.      Siswa perlu mengkonstruksi pemahaman yang mereka sendiri untuk masing-masing konsep materi sehingga guru dalam mengajar bukannya “menguliahi”, menerangkan atau upaya-upaya sejenis untuk memindahkan pengetahuan pada siswa tetapi menciptakan situasi bagi siswa yang membantu perkembangan mereka membuat konstruksi-konstruksi mental yang diperlukan.
e.       Kurikulum dirancang sedemikian rupa sehingga terjadisituasi yang memungkinkan pengetahuan dan keterampilan dapat dikonstruksi oleh peserta didik.
f.       Latihan memecahkan masalah seringkali dilakukan melalui belajar kelompok dengan menganalisis masalah dalam kehidupan sehari-hari.
g.      Peserta didik diharapkan selalu aktif dan dapat menemukan cara belajar yang sesuai dengan dirinya. Guru hanya sebagai fasilitator, mediator, dan teman yang membuat situasi kondusif untuk terjadinya konstruksi pengetahuan pada diri peserta didik.
Sedangkan Pandangan Konstruktivisme Tentang Belajar adalah sebagai berikut:
a)      Konstruktivisme memandang bahwa pengetahuan non objektif, bersifat temporer, selalu berubah dan tidak menentu.
b)      Belajar adalah penyusunan pengetahuan dari dari pengalaman konkrit, aktifitas kolaboratif dan refleksi dan interpretasi.
c)      Seseorang yang belajar akan memiliki pemahaman yang berbeda terhadap pengetahuan tergantung pengalamannya dan persepektif yang didalam menginterprestasikannya.